Setelah menemukan halte bus Changdeokgung dan mengecek jadwal keberangkatan, kami melanjutkan perjalanan ke Stasiun Anguk. Di tengah perjalanan, kami kembali dibuat terkejut—tiba-tiba kami menemukan toko oleh-oleh tempat kami belanja sepulang dari Bukcheon beberapa hari lalu. Artinya, Bukcheon juga dekat dari hotel?! 🙈 Aku hanya bisa geleng-geleng kepala seperti sapi bingung. Begitu sampai di stasiun, belum sempat napas stabil… Daiso muncul di hadapan. Otomatis belok lah ya. 😄
Satu jam kami berkeliling di dalam Daiso, tentengan di tangan sudah seperti hendak pindahan. Karena belum sarapan sejak pagi, aku mengajak Ahjumma kembali ke hotel dan membeli makanan di GS25 yang lokasinya hanya selemparan pandangan. Menu sarapan terlambat sekaligus makan siang kepagian hari itu terasa istimewa: mi cup Samyang dicampur telur rebus dan toge panjang, disantap bersama cumi kering, rumput laut, ditambah topping bawang goreng dan sambal Belibis dari kampung halaman. Mantap jiwa! 😋
Sekitar pukul satu siang, kami keluar lagi—dan ya, kembali ke Myeongdong. 😂 Tapi sebelumnya aku mampir ke Arirang untuk membeli kalender BTS titipan teman, sementara dua Ahjumma berburu pakaian. Dari Dongdaemun kami lanjut langsung ke Myeongdong. Jujur, rasanya aku sudah lebih hafal jalur ke Stasiun Myeongdong dibanding rute ke Tanah Abang.
Saat membayar, aku ditawari memilih postcard idol. Langsung saja kusebut nama-nama favorit, berharap keberuntungan menyapa.
“BTS?”—kasir menggeleng.
“Wanna One?”—masih geleng.
“BLACKPINK?”—mbaknya malah makin heboh geleng-geleng, sampai-sampai aku sempat berpikir, ini orang lagi latihan nari India, ya? 😂
Akhirnya aku menyerah. “What do you have?” tanyaku.
Dengan ekspresi datar, dia menjawab, “Only EXO and Super Junior.”
Ya sudahlah, tak ada pilihan lain. Dengan pasrah, Chanyeol pun ikut masuk ke kantong belanjaanku. 😅
Karena Ahjumma Rahmah sedang sibuk mengurus jastip dan tampaknya butuh waktu lama, kami sepakat berpisah. Aku memberinya WiFi supaya dia bisa tetap berkomunikasi dengan pelanggannya, dan bersama Ahjumma Yenni, aku lanjut menyusuri lorong-lorong Myeongdong yang tampaknya tak ada habisnya. Kami mulai dengan mencicipi jajanan kaki lima. Yang pertama: es krim setinggi menara. Awalnya menyenangkan, tapi semakin ke bawah makin membeku. Tanganku hampir ikut jadi es batu. Untuk mengimbangi, kami cari yang hangat dan gurih—dan cumi goreng jadi penyelamat.
Sebagian besar makanan Korea memang enak, tapi lidahku tetap mencari rasa gurih khas Indonesia—juara MSG sejati. 😁 Saat sedang asyik membaui aroma grill sayur dan udang yang menggoda, aku sempat ingin mencoba, tapi langsung batal saat melihat gambar patkay alias babi di antara menunya. Kamipun mundur teratur. ---
Udara makin dingin sore itu, dan kami tergoda membeli guguma—ubi ungu khas Korea. Rasanya manis, meskipun belum bisa menyaingi legitnya ubi Cilembu. Harganya KRW 2.000 sebiji. Di Indonesia, harga segitu udah dapet sekilo! 😄 Sambil menggigit-gigit guguma berukuran monster itu, kami duduk di bangku tengah Myeongdong, memperhatikan merpati-merpati yang ternyata juga tertarik dengan ubi. Lucu juga, mereka mendekat sambil melirik-lirik guguma di tanganku.
Sambil duduk, aku mencoba menyambung ke WiFi publik. Begitu tersambung, notifikasi masuk beruntun seperti pengumuman diskon. Aku segera kirim pesan ke Ahjumma Rahmah dan memintanya bergabung di tempat kami duduk. Tak lama kemudian, dia muncul sambil menenteng es krim dan beberapa kantong belanjaan. Hari pun kami akhiri dengan kembali ke hotel, karena esok pagi harus berangkat lebih awal ke bandara. Waktunya berkemas 💙
No comments:
Post a Comment