Friday, March 16, 2018

Day 6th - Autumn Flowers - Trip - Garden of Morning Calm

Day 6th, 5 November 2017


Cantiknya foto-foto Garden of Morning Calm yang dikirim teman Ajumma Yeni membuat kami tergoda mampir. Dan seperti biasa, meskipun sangat paham kalau Gapyeong itu not so close dari Seoul, niat berangkat pagi tetap hanya menjadi... niat. πŸ˜„ Salahkan saja derajat-derajat celcius yang makin hari makin melorot (kayak kurs rupiah ke won…).

Kami memutuskan naik ITX ke Cheongpyeong karena jam sudah diangka 11 siang. Mesin penjual tiket  yang tidak berbahasa Inggris dan tanpa petugas makin menyiangkan hari ini. 
Saat kami celingukan, dua turis Thailand datang dan dengan penuh percaya diri mencet-mencet tombol. Taraaa... tiket keluar!!! 
Langsung kami pepetin mereka sambil pasang senyum manis, Alhamdulillah mereka orang baik. Tiket berhasil kami dapat. Tapi saat menengok kebelakang, barisan turis-turis asing tersenyum kearah kami. 
Karena si mas-mas Thailand sudah kabur, Ajumma Rahmah pun naik jabatan jadi Duta Tiket ITX Dadakan. 😁
Salah satu yang dibantu Ajumma Rahmah adalah mahasiswi Vietnam yang baru seminggu tinggal di Korea. Dia dapat beasiswa ke Myongji University. Muka desperate-nya saat menyebut Myongji pada Ajumma Rahmah yang notabene bukan pencinta drakor membuatku ikut campur dalam pembicaraan basa-basi mereka. 

“Myongji? Park Bo Gum?” tanyaku.

“YES!” jawabnya penuh cahaya.

Tapi dia langsung geleng saat kutanya, “Pernah lihat dia?”

Katanya, kampus mereka beda. Dia di Seoul, Park Bo Gum di Yongin. Halah, dia yang sekampus aja belum ketemu, apalagi aku yang tiket fan meeting aja cuma sampai di keranjang. πŸ˜‚πŸ˜‚

ITX Cheongnyangni yang kami naiki sudah terisi penuh, membuat kami harus berdiri selama setengah jam untuk mencapai Stasiun Cheongpyeong. Tiba di Cheongpyeong,  mahasiswi asal Vietnam hampir ikutan turun. Aku menjelaskan kalau dia harus turun di Gapyeong karena lebih dekat bila ingin ke Nami. Dia mengangguk dan dada-dada bingung. Good luck, Annyeong !!! Jeritku.

Sampai di Stasiun Cheongpyeong pukul 12 siang, kami langsung mencari Gapyeong Shuttle Bus. Berdasarkan info resmi, seharusnya ada bus pukul 12.15 dan 12.50 langsung dari depan stasiun, jadi kami tak perlu ke terminal yang katanya agak jauh.

Tapi sampai jam 1 siang, tak ada tanda-tanda bus muncul. Loket bertuliskan “Lunch”, dan tak ada satu pun petugas yang bisa ditanya. Kami mulai bertanya-tanya, jangan-jangan ketinggalan? Atau jadwalnya berubah? Tanyakan saja pada sawi yang bergoyang… hehe.

Yup! Tepat di depan Stasiun Cheongpyeong terbentang ladang sawi dengan latar pegunungan. Bunga-bunga sawi yang bergoyang ditiup angin seperti menertawakan kebingungan kami. Rasanya damai dan memukau.
Semakin siang, makin banyak turis ikut terdampar. Beberapa bus lokal lewat, tapi setiap kami tanya “Morning Calm”, Pak Sopir hanya menggeleng. Entah karena salah pengucapan, atau memang bukan rutenya.  Minimnya petunjuk dan keterbatasan bahasa membuat kami makin tenggelam menikmati sawi-sawi yang bergoyang (Baca : Males jalan kaki ke terminal bis) 

Sampai akhirnya, sebuah bus berhenti di depan stasiun. Seorang turis tiba-tiba berseru setengah berteriak, “Morning Calm!”—seperti sedang membuat pengumuman darurat. Seketika semua yang menunggu ikut berebut naik, termasuk kami. Aku lupa nomor busnya, tapi yang pasti kami berhasil naik meski harus berdiri dan menjaga keseimbangan agar tidak ikut miring ke kiri karena sesaknya penumpang, 
Tapi yang paling penting: bus ini langsung parkir tepat di depan pintu masuk Garden of Morning Calm! Tarifnya pun hanya 1.250 Won dengan T-Money. Hmm… lebih irit daripada shuttle bus! πŸ˜„

Begitu selesai membayar tiket masuk 9.000 Won, aku langsung terpaku. Di depan loket, terpampang poster besar Park Bo Gum dan Kim Yoo Jung. What?! Ini tuh… lokasi syuting Love in the Moonlight? 😱

Gini nih akibat browsing cuma liat gambarnya doang, gak baca keterangan. πŸ™ˆ Tadi di stasiun ketemu temen kampusnya, sekarang nyasar ke tempat syutingnya. Jangan-jangan… kami memang berjodoh? 😏 *ikhlas dijitak Songjongki 


You will always be my Taeki, Lee Young Jeoha :)

Loket Tiket

Perburuan dedaunan musim gugur kami dimulai dari Dropping Tree Garden, semata karena Ajumma Yeni melihat Good Morning Coffee parkir manis di sana. Kami pun menepi, sarapan sekaligus makan siang dengan pemandangan taman di depan dan lembah cantik di belakang. Rasanya seperti piknik dadakan yang diselenggarakan oleh alam sendiri.

Taman ini bukan taman sembarangan. Garden of Morning Calm, dibuka sejak 1996, adalah salah satu taman botani tertua di Korea. Terinspirasi dari julukan Korea “The Land of Morning Calm”, taman ini dirancang untuk menampilkan keindahan empat musim. Dan musim gugur adalah panggung terbaiknya.

Di atas lahan seluas 30 ribu hektar, seluruh warna autumn seperti tumpah—maple merah menyala, gingko kuning keemasan, pegunungan berlukis daun, dan krisan harum yang tersebar anggun. Langit biru tinggi menggantung di atas, melengkapi pesona magis yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

Tujuan utama kami hari ini adalah Kolam Seohwayeon, tempat syuting Love in the Moonlight. Tapi, kolam itu terletak di ujung taman yang seolah tak berujung😩 Kaki para Ajumma yang berjalan belasan kilometer per hari makin nyut-nyutan di hari ke enam. Sendi mulai protes, betis mulai berdiskusi. Tapi rasa lelah itu tak sanggup melawan keindahan yang terbentang. Kami terus melangkah, perlahan menyusuri jalan setapak dengan lambat yang kadang mendaki, kadang landai, tapi selalu memukau.

Perjalanan ini bukan sekadar melihat dedaunan jatuh— ini adalah perjalanan melupakan sejenak hiruk pikuk dunia, melambat, diam, dan bersyukur.

Jeongmal jinjja really really absolutely beautiful.
But still.. Pegeel !!! 😁









 





Pond Garden





Setelah empat jam menjelajah taman, kami pun berlari kecil menuju parkiran bus. Nafas tersengal, tapi hati lega ketika Pak Sopir mengangguk mantap saat kutanya, “Cheongpyeong Station?”—YES! Kami bisa duduk manis karena naik dari terminal awal. Walaupun Pak Sopir tetap tancap gas seperti kejar deadline, kali ini tubuhku tidak ikut miring ke kiri 😁

Untuk perjalanan pulang ke Seoul, kami memilih naik subway. Bukan karena ingin estetik seperti di drama, tapi karena logika: lebih irit (bisa pakai T-Money), dan lebih pasti (karena kami yakin ITX dari Gapyeong bakal penuh sesak). Dan benar saja—kereta penuh dengan Ajumma-Ajussi yang sepertinya baru pulang trekking dari Nami, lengkap dengan tongkat hiking. Kami bahkan harus berbagi ruang dengan sepeda karena kereta ke luar kota Seoul memang menyediakan tempat khusus untuk itu. Praktis, tapi tetap… desak-desakan πŸ˜…

Sampai di Seoul, kami langsung menyerah. No Myeongdong, no Dongdaemun—langsung Insadong, langsung hotel. Kaki sudah mogok, tak bisa diajak kompromi.

Saat rebahan di kamar, air mataku menetes. Bukan karena pegal, tapi karena layar TV menayangkan episode perpisahan 2 Days 1 Night untuk Gutaeng Hyung, Kim Joo Hyuk.
Akhirnya bisa nonton 2D1N dan My Golden Life tanpa kuota… ah, nikmat dunia yang hakiki πŸ˜‚










No comments:

Post a Comment